Assalamualaikum Wr. Wb.
Surat Terbuka untuk saudara Nusron,
Pengetahuan mengenai Ilmu agama Mungkin tidak Sebaik Anda, Hafalan hadist dan Ayat Alquran saya mungkin tidak sebanyak Hafalan Anda,
Setelah saya dengar dan lihat Perkataan Anda di ILC malam Ini kok saya merasa Anda menyamakan Ayat Suci Alquran Dengan Puisi.
Benar anda bilang puisi YANG lebih tau makna nya adalah pembuat Puisi, benar anda Bilang Ayat Alquran yang lebih tau Makna nya Hanya Allah SWT.
NAMUN saya sebagai Seorang yang Menganut Agama Islam sangat mempercayai bahwa Kedudukan Ayat Suci Alquran itu lebih Tinggi dari sebuah PUISI.
SAYA berharap anda banyak banyak Istigfar.
Berikut saya lampirkan Hukum nya Mentafsirkan Alquran semoga Allah SWT memberikan Taufik pada Anda.
Salah satu lagi cara menafsirkan Al Qur’an yang keliru adalah menafsirkan Al Qur’an dengan logika, akal pikiran, tanpa ilmu.
Ibnu Katsir mengatakan, “Menafsirkan Al Qur’an dengan logika semata, hukumnya haram.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 1: 11).
Dalam hadits disebutkan,
وَمَنْ قَالَ فِى الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa berkata tentang Al Qur’an dengan logikanya (semata), maka silakan ia mengambil tempat duduknya di neraka” (HR. Tirmidzi no. 2951. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if).
Masruq berkata,
اتقوا التفسير، فإنما هو الرواية عن الله
“Hati-hati dalam menafsirkan (ayat Al Qur’an) karena tafsir adalah riwayat dari Allah.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 1: 16. Disebutkan oleh Abu ‘Ubaid dalam Al Fadhoil dengan sanad yang shahih)
Asy Sya’bi mengatakan,
والله ما من آية إلا وقد سألت عنها، ولكنها الرواية عن الله عز وجل
“Demi Allah, tidaklah satu pun melainkan telah kutanyakan, namun (berhati-hatilah dalam menafsirkan ayat Al Qur’an), karena ayat tersebut adalah riwayat dari Allah.” (Idem. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, sanadnya shahih).
Ibrahim An Nakho’i berkata,
كان أصحابنا يتقون التفسير ويهابونه
“Para sahabat kami begitu takut ketika menafsirkan suatu ayat, kami ditakut-takuti ketika menafsirkan.” (Idem. Diriwayatkan oleh Abu ‘Ubaid dalam Al Fadhoil, Ibnu Abi Syaibah dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, sanadnya shahih).
Cara Menafsirkan Al Qur’an yang Benar
Ibnu Katsir menunjukkan bagaimana cara terbaik menafsirkan Al Qur’an sebagai berikut:
1- Menafsirkan Al Qur’an dengan Al Qur’an. Jika ada ayat yang mujmal (global), maka bisa ditemukan tafsirannya dalam ayat lainnya.
2- Jika tidak didapati, maka Al Qur’an ditafsirkan dengan sunnah atau hadits.
3- Jika tidak didapati, maka Al Qur’an ditafsirkan dengan perkataan sahabat karena mereka lebih tahu maksud ayat, lebih-lebih ulama sahabat dan para senior dari sahabat Nabi seperti khulafaur rosyidin yang empat, juga termasuk Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Umar.
4- Jika tidak didapati, barulah beralih pada perkataan tabi’in seperti Mujahid bin Jabr, Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah (bekas budak Ibnu ‘Abbas), ‘Atho’ bin Abi Robbah, Al Hasan Al Bashri, Masruq bin Al Ajda’, Sa’id bin Al Musayyib, Abul ‘Aliyah, Ar Robi’ bin Anas, Qotadah, dan Adh Dhohak bin Muzahim. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, 1: 5-16)
Surat Terbuka untuk saudara Nusron,
Pengetahuan mengenai Ilmu agama Mungkin tidak Sebaik Anda, Hafalan hadist dan Ayat Alquran saya mungkin tidak sebanyak Hafalan Anda,
Setelah saya dengar dan lihat Perkataan Anda di ILC malam Ini kok saya merasa Anda menyamakan Ayat Suci Alquran Dengan Puisi.
Benar anda bilang puisi YANG lebih tau makna nya adalah pembuat Puisi, benar anda Bilang Ayat Alquran yang lebih tau Makna nya Hanya Allah SWT.
NAMUN saya sebagai Seorang yang Menganut Agama Islam sangat mempercayai bahwa Kedudukan Ayat Suci Alquran itu lebih Tinggi dari sebuah PUISI.
SAYA berharap anda banyak banyak Istigfar.
Berikut saya lampirkan Hukum nya Mentafsirkan Alquran semoga Allah SWT memberikan Taufik pada Anda.
Salah satu lagi cara menafsirkan Al Qur’an yang keliru adalah menafsirkan Al Qur’an dengan logika, akal pikiran, tanpa ilmu.
Ibnu Katsir mengatakan, “Menafsirkan Al Qur’an dengan logika semata, hukumnya haram.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 1: 11).
Dalam hadits disebutkan,
وَمَنْ قَالَ فِى الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa berkata tentang Al Qur’an dengan logikanya (semata), maka silakan ia mengambil tempat duduknya di neraka” (HR. Tirmidzi no. 2951. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if).
Masruq berkata,
اتقوا التفسير، فإنما هو الرواية عن الله
“Hati-hati dalam menafsirkan (ayat Al Qur’an) karena tafsir adalah riwayat dari Allah.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 1: 16. Disebutkan oleh Abu ‘Ubaid dalam Al Fadhoil dengan sanad yang shahih)
Asy Sya’bi mengatakan,
والله ما من آية إلا وقد سألت عنها، ولكنها الرواية عن الله عز وجل
“Demi Allah, tidaklah satu pun melainkan telah kutanyakan, namun (berhati-hatilah dalam menafsirkan ayat Al Qur’an), karena ayat tersebut adalah riwayat dari Allah.” (Idem. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, sanadnya shahih).
Ibrahim An Nakho’i berkata,
كان أصحابنا يتقون التفسير ويهابونه
“Para sahabat kami begitu takut ketika menafsirkan suatu ayat, kami ditakut-takuti ketika menafsirkan.” (Idem. Diriwayatkan oleh Abu ‘Ubaid dalam Al Fadhoil, Ibnu Abi Syaibah dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, sanadnya shahih).
Cara Menafsirkan Al Qur’an yang Benar
Ibnu Katsir menunjukkan bagaimana cara terbaik menafsirkan Al Qur’an sebagai berikut:
1- Menafsirkan Al Qur’an dengan Al Qur’an. Jika ada ayat yang mujmal (global), maka bisa ditemukan tafsirannya dalam ayat lainnya.
2- Jika tidak didapati, maka Al Qur’an ditafsirkan dengan sunnah atau hadits.
3- Jika tidak didapati, maka Al Qur’an ditafsirkan dengan perkataan sahabat karena mereka lebih tahu maksud ayat, lebih-lebih ulama sahabat dan para senior dari sahabat Nabi seperti khulafaur rosyidin yang empat, juga termasuk Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Umar.
4- Jika tidak didapati, barulah beralih pada perkataan tabi’in seperti Mujahid bin Jabr, Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah (bekas budak Ibnu ‘Abbas), ‘Atho’ bin Abi Robbah, Al Hasan Al Bashri, Masruq bin Al Ajda’, Sa’id bin Al Musayyib, Abul ‘Aliyah, Ar Robi’ bin Anas, Qotadah, dan Adh Dhohak bin Muzahim. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, 1: 5-16)
0 Response to "'Samakan' Alquran dengan Puisi, Ini Surat Terbuka kepada Nusron ? ? ?"
Posting Komentar