Ada ungkapan menarik yang mengatakan bahwa orang yang tidak mengetahui fitnah dan dampak buruknya sangat mungkin jatuh ke dalam suatu fitnah dan bahkan bergelimang dengannya. Hal ini sangat membahayakan hidupnya, namun ia tidak menyadarinya. Jika terus demikian maka dia akan menyesal.
Sebuah kisah yang cukup terkenal di zaman Imam Malik kiranya mengkonfirmasi kebenaran ungkapan diatas. Diceritakan, ada seorang wanita yang memiliki sifat yang buruk dari sisi akhlaknya. Dia selalu tidur bersama lelaki dan tidak pernah menolak ajakan lelaki yang bukan muhrimnya.
Hingga suatu saat, tibalah dia pada hari kematiannya. Ketika jenazahnya dimandikan oleh seorang wanita pemandi mayat, tiba-tiba tangan pemandi mayat itu menempel pada kem4lu4n jenazah wanita itu dan tidak mau terlepas.
Semua penduduk dan ulama di kala itu gempar dengan kejadian tersebut. Bagaimana tidak, tangan dari pemandi jenazah menempel hingga semua orang yang hadir disana kehabisan akal untuk berusaha melepaskan tangan wanita itu dari jenazah wanita pezina itu.
Dari kejadian itu, hanya ada dua kemungkinan untuk menyelesaikan masalah itu. Pertama, memotong tangan wanita pemandi jenazah tersebut. Kedua, kubur wanita si pemandi mayat berikut jenazahnya di dalam kubur.
Akhirnya, mereka memutuskan untuk meminta pendapat dari seorang ulama terkenal di zaman itu yaitu Imam Malik. Beliau bukan orang yang mudah memberikan fatwa pada suatu kejadian. Pernah suatu ketika, Imam Malik mendapat 40 pertanyaan, tetapi yang dijawab hanyalah 5. Ini menunjukkan betapa berhati-hatinya dan sensitifnya beliau dalam menjawab masalah agama.
Setelah sampai di tempat dimandikannya mayat itu, Imam Malik bertanya kepada si wanita pemandi jenazah, adakah ia berkata terkait perbuatannya kepada jenazah tersebut sewaktu memandikannya.
Wanita pemandi jenazah itu pun dengan jujur berkata bahwa dia pernah mencela jenazah itu sewaktu membersihkan seluruh tubuhnya dengan berkata, “Ya Allah, berapa kali tubuh ini telah melakukan zina”.
Imam Malik pun berkata pada si pemandi jenazah, “Kamu telah menjatuhkan Qadzaf (tuduhan zina) pada wanita tersebut, sedangkan kamu tidak mendatangkan 4 orang saksi sebagai buktinya. Maka kamu harus dijatuhkan hukuman hudud (cambukan) 80 kali karena tidak bisa mendatangkan saksi”.
Setelah itu akhiarnya wanita pemandi jenazah itu dikenakan hukuman 80 cambukan. Walhasil, setelah hukuman itu dilaksanakan baru terlepaslah tangan pemandi mayat dari jenazah tersebut.
Semua ini menunjukkan bahwa kita sebagai manusia dilarang untuk menuduh perbuatan seseorang tanpa adanya bukti yang kuat karena itu tergolong berburuk sangka, termasuk kepada pezina sekalipun. Sebab, perbuatan semacam itu tentu dilarang. Selain itu, bisa membuat pelakunya diberikan hukuman sesuai dengan kesalahan karena tuduhannya yang belum jelas terlihat oleh mata dan para saksi dari perbuatan hina itu.
Bahaya Fitnah, Bahaya Dunia Dan Akherat.
Sesungguhnya berbicara itu mudah, tetapi berat mempertanggung jawabkannya. Apapun yang kita katakan lebih menunjukkan siapa sebenarnya diri kita. Apapun yang kita katakan lebih menunjukkan siapa sebenarnya diri kita. Misalnya, penghinaan kita terhadap seseorang lebih menunjukkan kehinaan diri kita sendiri dibandingkan kehinaan orang yang kita hina. Kritik dan koreksi yang kita sampaikan kepada seseorang kalau tidak hati-hati lebih memperlihatkan kedengkian kita.
Perkataan yang baik adalah pembuktian kemusliman seseorang. Hendaknya setiap orang memastikan bahwa kata-kata yang akan diucapkannya benar-benar baik. Apabila kita tidak yakin akan dapat mengeluarkan kata-kata yang baik, diam itu lebih baik. Berkata yang baik tentunya akan lebih bermanfaat dibandingkan diam. Akan tetapi, menghindari akibat dari perkataan yang kurang baik akan lebih utama dibandingkan kita memaksakan berbicara yang akan berakibat jelek kepada diri sendiri maupun orang lain.
Berdasarkan Al-Qur’an dalam surat Al-Hujuraat ayat 6 yang berkaitan dengan larangan berburuk sangka dan menggunjing berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Hujuraat ayat 11 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Hujuraat ayat 12 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat An-Nuur ayat 15 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah benar”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat An-Nuur ayat 23 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat dan bagi mereka azab yang besar”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Israa ayat 36 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya”.
Berdasarkan Al-Hadits yang berkaitan dengan menggunjing dan memfitnah yaitu :
Artinya : “Berhati-hatilah terhadap purbasangka. Sesungguhnya purbasangka adalah ucapan paling bodoh”. (H.R. Al-Bukhari)
Artinya : “Barangsiapa mengintai-intai keburukan saudaranya semuslim, maka Allah akan mengintai-intai keburukannya. Barangsiapa diintai keburukannya oleh Allah, maka Allah akan mengungkitnya (membongkarnya) walaupun dia melakukan itu di dalam (tengah-tengah) rumahnya”. (H.R. Ahmad)
Artinya : “Sesungguhnya bila kamu mengintai-intai keburukan orang, maka kamu telah merusak mereka atau hampir merusak mereka”. (H.R. Ahmad)
Artinya : “Seorang mukmin bukanlah pengumpat, pengutuk, berkata keji atau berkata busuk”. (H.R. Al-Bukhari dan Al-Hakim)
Artinya : “Rasulullah saw pernah ditanya : “Ya Rasulullah, apakah tebusan mengumpat?” Jawab Rasulullah : “Hendaklah engkau beristighfar (memohonkan ampunan) kepada Allah bagi orang yang engkau umpat”. (H.R. Thahawi)
Artinya : Dari Hudzaifah r.a, dia telah berkata : Rasulullah saw telah bersabda : “Tidak akan pernah masuk surga orang yang suka mengumpat”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah memberikan solusi kepada umatnya yang terlanjur mengumpat orang lain. Yakni dengan memohonkan ampunan kepada Allah untuk orang yang diumpatnya. Dengan cara demikian, maka orang yang mengumpat akan mendapatkan maghfirah dari Allah SWT. Sebab bila tidak mendapat maghfirah, orang yang suka mengumpat atau menyebar fitnah pasti masuk neraka.
Dari Abu Hurairah r.a, bahwa sesungguhnya Rasulullah saw telah bersabda : “Takutlah kamu terhadap prasangka. Sebab sesungguhnya prasangka adalah sedusta-dusta pembicaraan. Janganlah kamu mencari-cari dan meneliti kesalahan orang lain, janganlah kamu saling mendengki, janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling belakang membelakangi . Jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana Allah telah memerintahkan kepadamu. Orang muslim adalah saudara muslim yang lain, tidak saling menzhalimi, tidak saling merendahkan dan tidak saling menghina. Takwa adalah di sini, takwa adalah di sini”, sambil Rasulullah menunjuk ke a rah dada. Kemudian melanjutkan sabdanya : “Cukuplah keburukan bagi seseorang dengan menghina saudaranya sesama muslim. Setiap muslim adalah haram atas muslim yang lain akan darah, kehormatan dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuhmu dan rupamu, tetapi Allah melihat kepada hatimu”. (H.R. Muslim)
Dari Ibnu Abbas r.a, bahwa sesungguhnya Rasulullah saw pernah berjalan melewati 2 (dua) kuburan, kemudian beliau bersabda : “Sesungguhnya 2 (dua) orang ahli kubur itu disiksa dan keduanya tidak disiksa karena dosa besar. Ya, benar. Sesungguhnya dosa itu adalah besar. Salah seorang di antara keduanya adalah berjalan di muka bumi dengan menyebarkan fitnah (mengumpat). Sedang salah seorang yang lain tidak bertirai ketika kencing”. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Orang yang senantiasa menyebarkan fitnah atau mengumpat sesama muslim kelak dikubur akan mendapatkan siksa yang berat.
“ Mencela sesama muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran” (Bukhari no.46,48, muslim no. .64,97, Tirmidzi no.1906,2558, Nasaa’I no.4036, 4037, Ibnu Majah no.68, Ahmad no.3465,3708)
Semoga bermanfaat !
Sebuah kisah yang cukup terkenal di zaman Imam Malik kiranya mengkonfirmasi kebenaran ungkapan diatas. Diceritakan, ada seorang wanita yang memiliki sifat yang buruk dari sisi akhlaknya. Dia selalu tidur bersama lelaki dan tidak pernah menolak ajakan lelaki yang bukan muhrimnya.
Hingga suatu saat, tibalah dia pada hari kematiannya. Ketika jenazahnya dimandikan oleh seorang wanita pemandi mayat, tiba-tiba tangan pemandi mayat itu menempel pada kem4lu4n jenazah wanita itu dan tidak mau terlepas.
Semua penduduk dan ulama di kala itu gempar dengan kejadian tersebut. Bagaimana tidak, tangan dari pemandi jenazah menempel hingga semua orang yang hadir disana kehabisan akal untuk berusaha melepaskan tangan wanita itu dari jenazah wanita pezina itu.
Dari kejadian itu, hanya ada dua kemungkinan untuk menyelesaikan masalah itu. Pertama, memotong tangan wanita pemandi jenazah tersebut. Kedua, kubur wanita si pemandi mayat berikut jenazahnya di dalam kubur.
Akhirnya, mereka memutuskan untuk meminta pendapat dari seorang ulama terkenal di zaman itu yaitu Imam Malik. Beliau bukan orang yang mudah memberikan fatwa pada suatu kejadian. Pernah suatu ketika, Imam Malik mendapat 40 pertanyaan, tetapi yang dijawab hanyalah 5. Ini menunjukkan betapa berhati-hatinya dan sensitifnya beliau dalam menjawab masalah agama.
Setelah sampai di tempat dimandikannya mayat itu, Imam Malik bertanya kepada si wanita pemandi jenazah, adakah ia berkata terkait perbuatannya kepada jenazah tersebut sewaktu memandikannya.
Wanita pemandi jenazah itu pun dengan jujur berkata bahwa dia pernah mencela jenazah itu sewaktu membersihkan seluruh tubuhnya dengan berkata, “Ya Allah, berapa kali tubuh ini telah melakukan zina”.
Imam Malik pun berkata pada si pemandi jenazah, “Kamu telah menjatuhkan Qadzaf (tuduhan zina) pada wanita tersebut, sedangkan kamu tidak mendatangkan 4 orang saksi sebagai buktinya. Maka kamu harus dijatuhkan hukuman hudud (cambukan) 80 kali karena tidak bisa mendatangkan saksi”.
Setelah itu akhiarnya wanita pemandi jenazah itu dikenakan hukuman 80 cambukan. Walhasil, setelah hukuman itu dilaksanakan baru terlepaslah tangan pemandi mayat dari jenazah tersebut.
Semua ini menunjukkan bahwa kita sebagai manusia dilarang untuk menuduh perbuatan seseorang tanpa adanya bukti yang kuat karena itu tergolong berburuk sangka, termasuk kepada pezina sekalipun. Sebab, perbuatan semacam itu tentu dilarang. Selain itu, bisa membuat pelakunya diberikan hukuman sesuai dengan kesalahan karena tuduhannya yang belum jelas terlihat oleh mata dan para saksi dari perbuatan hina itu.
Bahaya Fitnah, Bahaya Dunia Dan Akherat.
Sesungguhnya berbicara itu mudah, tetapi berat mempertanggung jawabkannya. Apapun yang kita katakan lebih menunjukkan siapa sebenarnya diri kita. Apapun yang kita katakan lebih menunjukkan siapa sebenarnya diri kita. Misalnya, penghinaan kita terhadap seseorang lebih menunjukkan kehinaan diri kita sendiri dibandingkan kehinaan orang yang kita hina. Kritik dan koreksi yang kita sampaikan kepada seseorang kalau tidak hati-hati lebih memperlihatkan kedengkian kita.
Perkataan yang baik adalah pembuktian kemusliman seseorang. Hendaknya setiap orang memastikan bahwa kata-kata yang akan diucapkannya benar-benar baik. Apabila kita tidak yakin akan dapat mengeluarkan kata-kata yang baik, diam itu lebih baik. Berkata yang baik tentunya akan lebih bermanfaat dibandingkan diam. Akan tetapi, menghindari akibat dari perkataan yang kurang baik akan lebih utama dibandingkan kita memaksakan berbicara yang akan berakibat jelek kepada diri sendiri maupun orang lain.
Berdasarkan Al-Qur’an dalam surat Al-Hujuraat ayat 6 yang berkaitan dengan larangan berburuk sangka dan menggunjing berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Hujuraat ayat 11 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Hujuraat ayat 12 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat An-Nuur ayat 15 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah benar”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat An-Nuur ayat 23 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat dan bagi mereka azab yang besar”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Israa ayat 36 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya”.
Berdasarkan Al-Hadits yang berkaitan dengan menggunjing dan memfitnah yaitu :
Artinya : “Berhati-hatilah terhadap purbasangka. Sesungguhnya purbasangka adalah ucapan paling bodoh”. (H.R. Al-Bukhari)
Artinya : “Barangsiapa mengintai-intai keburukan saudaranya semuslim, maka Allah akan mengintai-intai keburukannya. Barangsiapa diintai keburukannya oleh Allah, maka Allah akan mengungkitnya (membongkarnya) walaupun dia melakukan itu di dalam (tengah-tengah) rumahnya”. (H.R. Ahmad)
Artinya : “Sesungguhnya bila kamu mengintai-intai keburukan orang, maka kamu telah merusak mereka atau hampir merusak mereka”. (H.R. Ahmad)
Artinya : “Seorang mukmin bukanlah pengumpat, pengutuk, berkata keji atau berkata busuk”. (H.R. Al-Bukhari dan Al-Hakim)
Artinya : “Rasulullah saw pernah ditanya : “Ya Rasulullah, apakah tebusan mengumpat?” Jawab Rasulullah : “Hendaklah engkau beristighfar (memohonkan ampunan) kepada Allah bagi orang yang engkau umpat”. (H.R. Thahawi)
Artinya : Dari Hudzaifah r.a, dia telah berkata : Rasulullah saw telah bersabda : “Tidak akan pernah masuk surga orang yang suka mengumpat”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah memberikan solusi kepada umatnya yang terlanjur mengumpat orang lain. Yakni dengan memohonkan ampunan kepada Allah untuk orang yang diumpatnya. Dengan cara demikian, maka orang yang mengumpat akan mendapatkan maghfirah dari Allah SWT. Sebab bila tidak mendapat maghfirah, orang yang suka mengumpat atau menyebar fitnah pasti masuk neraka.
Dari Abu Hurairah r.a, bahwa sesungguhnya Rasulullah saw telah bersabda : “Takutlah kamu terhadap prasangka. Sebab sesungguhnya prasangka adalah sedusta-dusta pembicaraan. Janganlah kamu mencari-cari dan meneliti kesalahan orang lain, janganlah kamu saling mendengki, janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling belakang membelakangi . Jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana Allah telah memerintahkan kepadamu. Orang muslim adalah saudara muslim yang lain, tidak saling menzhalimi, tidak saling merendahkan dan tidak saling menghina. Takwa adalah di sini, takwa adalah di sini”, sambil Rasulullah menunjuk ke a rah dada. Kemudian melanjutkan sabdanya : “Cukuplah keburukan bagi seseorang dengan menghina saudaranya sesama muslim. Setiap muslim adalah haram atas muslim yang lain akan darah, kehormatan dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuhmu dan rupamu, tetapi Allah melihat kepada hatimu”. (H.R. Muslim)
Dari Ibnu Abbas r.a, bahwa sesungguhnya Rasulullah saw pernah berjalan melewati 2 (dua) kuburan, kemudian beliau bersabda : “Sesungguhnya 2 (dua) orang ahli kubur itu disiksa dan keduanya tidak disiksa karena dosa besar. Ya, benar. Sesungguhnya dosa itu adalah besar. Salah seorang di antara keduanya adalah berjalan di muka bumi dengan menyebarkan fitnah (mengumpat). Sedang salah seorang yang lain tidak bertirai ketika kencing”. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Orang yang senantiasa menyebarkan fitnah atau mengumpat sesama muslim kelak dikubur akan mendapatkan siksa yang berat.
“ Mencela sesama muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran” (Bukhari no.46,48, muslim no. .64,97, Tirmidzi no.1906,2558, Nasaa’I no.4036, 4037, Ibnu Majah no.68, Ahmad no.3465,3708)
Semoga bermanfaat !
0 Response to "Sungguh Mengerikan!!... Kisah Jen4z4h Pel4cur Dan Pemandi M4y4t. Lihat Apa Yang Terjadi. Yang Penakut Jangan Baca Kisah Ini "
Posting Komentar