WAJAHNYA mirip Justin Bieber. Dan ketika remaja lain seusianya asyik dengan dunia, Yahya Schroeder justru memutuskan masuk Islam di usia 17 tahun. Itu terjadi di tahun 2006 silam.
Suatu ketika, ketika berusia 16 tahun, ia bertemu dengan sekumpulan Muslim di kota Potsdam melalui perantaraan ayah kandungnya. Ayahnya memang telah duluan memeluk Islam tahun 2001. Ayah ibunya cerai, dan hidup terpisah. Yahya ikut dengan ibunya, namun satu bulan sekali, ia menjenguk ayahnya. Jika waktunya pas, ia menghadiri pengajian warga muslim di kediaman ayahnya.
Secara perlahan, Yahya mulai tertarik dengan Islam. Rupanya sang ayah memerhatikan hal itu. Sang ayah ingin ia belajar lebih jauh tentang Islam dari orang yang memiliki ilmu yang lebih tinggi. Sejak saat itu Yahya mulai serius belajar Islam dan menghadiri forum pengajian rutin setiap bulannya.
Suatu hari, Yahya bersama kawan-kawan pergi berenang. Saat melompat ke kolam, ia terpeleset dan jatuh tidak sempurna. Akibatnya, punggungnya mengalami retak parah dan kepalanya berbenturan hebat dengan dasar kolam. Ayahnya segera melarikannya ke rumah sakit.
Di rumah sakit, dokter menyarankan agar jangan banyak bergerak. Cedera punggung mengakibatkan engsel tangan kanannya bergeser. Yahya ingat perkataan dokter, “Jangan banyak bergerak. Sedikit saja salah bergerak bisa menyebabkan cacat nantinya,” kenang Yahya. Ucapan dokter itu membuatnya takut luar biasa.
Dokter memutuskan Yahya harus dioperasi. Sebelum dibawa ke ruang operasi, Ahmir salah seorang sahabatnya berujar, “Hidupmu kini ada di tangan Allah. Ini mirip seperti sebuah perjudian, antara hidup dan mati. Kini kamu berada di puncak kenikmatan dari sebuah pencarian. Bertahanlah, sabarlah sahabat. Allah pasti bantu.”
Kalimat Ahmir dirasakan Yahya sangat luar biasa. Ia sangat termotivasi dan semangat hidupnya muncul kembali.
“Operasi berjalan selama lima jam dan saya siuman setelah 3 hari. Saat terjaga tangan kananku sulit digerakkan. Namun, entah mengapa, saya merasa orang yang paling bahagia di muka bumi ini. Bahkan kepada dokter kuberitahukan bahwa saya tidak peduli dengan cedera yang kualami. Saya justru bahagia Allah masih mengizinkanku hidup,” kenang Yahya.
“Dokter mengatakan saya harus tinggal di rumah sakit selama beberapa bulan. Tapi ternyata saya dirawat hanya dua pekan saja! Itu karena saya latihan rutin dan penuh disiplin. Satu hari dokter berkata: ‘Hari ini kita coba latihan naik tangga ya’, Padahal tanpa sepengetahuan mereka, sebenarnya saya telah melsayakan latihan atas inisiatif sendiri, dua hari sebelum dokter datang,” sambungnya. Begitulah, akhirnya ia dapat menggerakkan kembali tangan kanannya seperti sediakala dan cuma dua pekan di rumah sakit.
Kecelakaan itu mengubah hidup Yahya. Ia jadi suka merenung. Ia mulai serius berpikir tentang hidup ini dan satu lagi, soal Islam. “Keinginan untuk memeluk Islam makin menjadi-jadi, yang berarti harus meninggalkan rumah, keluarga yang kucintai dan semua kemewahan hidup di sana,” ungkapnya. Akhirnya ia memutuskan pindah ke Potsdam, tinggal bersama ayahnya.
Bersama ayahnya, ia memutuskan masuk Islam—itu terjadi ketika ia pertama kali masuk sekolah. Di tempat baru, tidak membuatnya lebih mudah untuk mempelihatkan keislamannya. Ketika teman-teman sekolahnya tahu ia beragama Islam mulailah mereka mengejek dengan kalimat-kalimat usil.
“Ada teroris”, “Usamah bin Laden datang,” “Islam itu kotor”. Begitu mereka mengejek Yahya. Sebagiannya malah ada yang menganggapnya gila. Lebih parahnya lagi, bahkan ada yang tidak percaya ia orang Jerman asli.
“Saya bisa maklumi, karena mereka hanya tahu Islam dari media yang cenderung memojokkan Islam,” tukasnya
Akan tetapi setelah 10 bulan berjalan situasinya benar-benar berubah. Sikap teman-temannya berubah drastis. Rekan-rekan sekelasnya berhenti bersikap usil. Malah mereka sering bertanya tentang Islam. Pandangan mereka tentang Islam pun berubah. Menurut mereka, ternyata Islam itu cool—keren!
“Perubahan itu tentu saja tidak serta merta. Secara halus dan perlahan saya melakukan dakwah di kelas. Tentu saja bukan dengan ceramah agama. Sikap dan tingkah lakulah yang banyak membantu mereka mengenal Islam. Percaya tidak, kini saya bahkan punya ruang shalat khusus. Padahal sayalah satu-satunya siswa Muslim di sekolah itu,” ujar Yahya senang.
Teman-teman Yahya menaruh respek padanya sebagai seorang muslim. Ketika ada acara, mereka secara khusus menyiapkan makanan halal untuknya. Misalnya acara bakar sate, maka mereka siapkan dua alat pembakar. Satunya untuk mereka dan satunya lagi khusus untuk Yahya dan rekan-rekan Muslimnya.
Selepas memeluk Islam, kesibukan Yahya kini bertambah. Ia menjadi produser film. YaYa Productions nama perusahaannya yang berlokasi di Potsdam. Produksinya terutama film-film dokumenter yang kebanyakan mengisahkan perjalanan hidup seorang mualaf dan kebanyakan dalam bahasa Jerman dengan terjemahan bahasa Inggris. “Tujuan saya membuat film adalah untuk menunjukkan kepada kalangan non-Muslim bagaimana Islam yang sebenarnya. Jauh dari apa yang ditampilkan media selama ini. Mudah-mudahan film-film itu bisa mencerahkan pandangan mereka,” ujar Yahya yang meyakini pekerjaannya itu sebagai bagian dari dakwah. Well done, Bro!
0 Response to "Setelah Masuk Islam, Yahya Schroder Dianggap Gila, Inilah Penjelasannya !!!"
Posting Komentar